Surabaya, disinfecting2u.com – Prasetyo Wahyu Ababil, 24 tahun, warga Trenggalek, kurang beruntung. Berniat mengadu nasib untuk meningkatkan perekonomian di luar negeri, ia menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Bahkan, dalam video tersebut terlihat korban tinggal di atap tenda dekat gubuk kelinci di Hong Kong selama dua hari. Korban pun tinggal terbuka di sebuah kos-kosan di Hong Kong selama enam bulan, meski telah menyerahkan uang kepada WN sebesar Rp 105 juta.
Prasetyo Wahyu Ababil mengatakan, persidangan terhadap dirinya dimulai pada 2019. Orang tua korban mengatakan, korban ingin mencari pekerjaan untuk bekerja di luar negeri. Setelah mencari informasi, orang tua korban mengetahui perempuan tersebut adalah perempuan berinisial WN.
WN mengatakan, orang tua korban bisa menyekolahkan anaknya bekerja ke luar negeri dengan syarat menyetor sejumlah uang. Curang atas permintaan WN, orang tua korban menyuruh korban berangkat ke Batavia dan menemui WN di suatu lokasi di Batavia.
Saat itu, WN ingin mengirim korban ke Korea atau Australia dengan jaminan pekerjaan dan gaji. Di Korea, mereka mempekerjakan korban di sebuah pabrik. Sedangkan pekerja restoran akan dipekerjakan di Australia.
“Kemudian saya setuju untuk menyerahkan uang tunai sebesar $85 juta kepada Ibu WN. Setelah menerima pembayaran dan lain-lain, saya akan pulang dan menunggu di rumah,” kata Wahyu, Rabu (12/11). .
Wahyu pun pulang menunggu panggilan berangkat. setelah setahun menunggu. Saya beberapa kali menghubungi Wahyu WN melalui telepon seluler. Pada tahun 2020, korban melakukan perjalanan ke Amsterdam dengan janji bekerja di Inggris.
Visa dikeluarkan setelah seminggu pemrosesan. Sayangnya, saat bepergian, virus Covid 19 menyebar dan ditutup. Akhirnya korban tidak bisa terbang. Ia menjebloskan korban ke penjara di Batavia selama setahun.
Setelah virus Covid 19 mulai melemah, korban kembali ke rumah. Ia terus menghubungi WN kembali untuk mengklarifikasi keberadaan korban.
Saya lagi-lagi dikabarkan bakal ke Batavia. Saya sudah siapkan visa Australia. Saya berangkat ke Australia September 2022. Sesampainya di Bandara Sydney, saya ditangkap imigrasi. Ketahuan dokumennya palsu. .Dan kemudian saya dikirim ke Indonesia,” ujarnya.
Sesampainya di Batavia, korban kembali dipekerjakan. Saat hendak kembali ke Trenggalek, ia mengetahui rumah orang tuanya di Trenggalek telah terjual. Pasalnya, orang tua korban mengambil pinjaman untuk menyekolahkan anaknya bekerja.
Korban ditempatkannya di Batavia selama empat bulan. Korban kemudian dipindahkan ke Nganjuk. Dia dipekerjakan selama satu tahun. Korban tidak bergerak dan hanya makan dan minum. Mulai tahun 2024, WN News. Korban kemudian berangkat ke Batavia dan bekerja di Hong Kong.
“Kemudian saya berangkat ke Hong Kong pada hari pertama bulan Maret. Kami diberi pekerjaan laundry dan cuci mobil,” ujarnya.
Sesampainya di Hong Kong, korban dijemput oleh warga negara asing. Korban disebut tinggal di apartemen atap yang dilengkapi kandang hewan. Setelah dua hari, korban tidak dapat bertahan lagi. Selanjutnya, saya mencari mobil Anda.
“Saya dan Pak Aji (korban Banyuwangi) dimasukkan ke kos (di kamar) dan diberi beras dan makanan selama satu bulan,” ujarnya.
Korban kemudian masuk ke dalam rumah dan pergi. Korban menghabiskan enam bulan di Hong Kong. Bahkan, untuk memenuhi biaya hidup dan mencari uang, korban meminta uang kepada orangtuanya yang didapatnya sekitar Rp 20 juta. Ia kemudian menyerahkan diri dan menyerahkan Aji ke imigrasi Hong Kong. Korban kemudian dibawa pergi oleh salah satu organisasi. Teman korban pun melaporkan hal tersebut ke KBRI Hong Kong.
“Kami sudah mendirikan gubuk di sana. Dari sana kami akan kembali ke Indonesia pada September 2024,” ujarnya.
Atas kejadian tersebut, korban dan temannya melaporkan kepada PD Jatim dengan tuntutan pidana terhadap WIP. (Sha / tanda tangan)