disinfecting2u.com – Sarwenda akhirnya buka suara soal kondisi anak-anaknya, khususnya Betrand Peto, usai bercerai dengan Ruben Ons.
Sebagai seorang ibu yang penuh perhatian dan peduli terhadap kesejahteraan mental anak-anaknya, Sarwenda memastikan semua anaknya mendapat perhatian emosional dan psikologis yang cukup.
Dalam perbincangan dengan Ashanti yang diunggah melalui kanal YouTube Hermanshah A6, Sarwenda mengungkapkan bahwa dirinya berusaha memberikan penjelasan yang tepat mengenai permasalahan keluarganya.
Meski perceraian merupakan keputusan yang sulit, Sarwenda dan Ruben Ons sepakat untuk mengutamakan psikologi anak mereka.
Dalam perbincangan tersebut, Ashanti menanyakan bagaimana reaksi anak-anak saat mengetahui orang tuanya berpisah.
Sarwenda menjelaskan, reaksi setiap anak terhadap situasi berbeda-beda.
“Ketika anak-anak pertama kali mengetahui bahwa segala sesuatunya telah berubah, mereka baik-baik saja dan tidak ada yang berubah,” kata Sarwender.
Namun, tambahnya, jawaban anak-anak berbeda-beda tergantung tingkat pemahamannya.
Ia mengatakan, anak bungsunya, Tania, belum sepenuhnya memahami perceraian tersebut.
“Tania masih belum mengerti, kalaupun dia mengerti, tidak akan terjadi apa-apa, karena paginya ayahnya masih ada di sana untuk menjemputnya,” kata Sarwenda.
Kehadiran Ruben Ons yang terus berperan aktif dalam keseharian anak-anak menjadi faktor penting yang membuat Tania tidak terlalu terpengaruh dengan perceraian tersebut. Namun, situasinya berbeda bagi Talia dan Bertrand Peto.
Talia yang mulai memahami konsep perceraian bertanya-tanya dengan perubahan tersebut.
“Talia lebih kritis. Ya, dia mulai mengerti, dia mulai menjelaskan, tidak apa-apa, tidak apa-apa,” kata Sarwenda.
Ia meyakinkan Thalia bahwa apa yang terjadi adalah keputusan terbaik bagi keluarga.
Pada saat yang sama, Bertrand Peto menghadapi situasi ini lebih dalam lagi.
Sebagai seorang anak yang pernah mengalami perpisahan dengan orang tua kandungnya di masa lalu, Onyo peka terhadap perubahan emosi keluarganya.
Sarwenda menyadari hal tersebut dan memastikan Onyo mendapat perawatan lebih intensif untuk menjaga kesehatan mentalnya.
“Onyo paham betul, tapi yang dia maksud adalah ini kedua kalinya orang tuanya berpisah, jadi dia lebih memikirkannya,” jelas Sarwenda.
Sarwenda pun mengungkapkan, ketiga anaknya, termasuk Onyo, masih dalam pengawasan psikolog.
Menurutnya, hal tersebut bukan karena masalah serius, namun merupakan tindakan pencegahan agar anak dapat mengelola emosinya dengan lebih baik.
“Jadi ya, aku lebih kepikiran. Itu lebih ke masalah kejiwaan anak. Makanya anak-anak itu pun diawasi oleh psikolog, bukan karena ada sesuatu yang terjadi. Cuma karena mereka tidak mau terjadi apa-apa pada mereka, untuk mencegahnya,” kata Sarwenda.
Ia menegaskan, dukungan psikologis sangat penting, terutama bagi anak seusia Talia yang mungkin belum sepenuhnya memahami emosinya.
“Terkadang mereka tidak tahu apa yang ingin mereka ungkapkan, apalagi Talia baru berusia sembilan tahun,” imbuhnya.
Sarwenda dan Ruben Ons sepakat untuk memberikan perhatian khusus terhadap kesehatan mental anak mereka untuk menghindari dampak jangka panjang dari perceraian mereka.
Selain bantuan psikolog, Sarwenda punya cara unik dalam merawat anak: sesi ngobrol dengan bantal.
Dia menghabiskan waktu berbicara dengan mereka setiap malam sebelum tidur.
Bagi Sarwenda, momen ini sangat berharga karena ia bisa mendengar perasaan anak-anak dengan lebih jelas.
“Saya banyak berbicara dengan anak-anak saya setiap malam karena kami tidak pernah tidur bersama sejak saya masih kecil,” kata Sarwenda.
Dengan menggunakan Pillow Talk, Anda dapat mengetahui aktivitas anak Anda sepanjang hari dan mendiskusikan berbagai hal yang menarik minat mereka.
Sarwenda merasa sesi ini memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengungkapkan apa pun yang mereka rasakan.
Kehadiran Sarwenda sebagai seorang ibu yang selalu mendengarkan dan mendukung anak-anaknya dalam situasi yang penuh perubahan menjadi sumber kekuatan bagi mereka.
Ia ingin anak-anaknya merasakan kehangatan dan keamanan sebuah keluarga apapun yang terjadi. (adc)