Fakta Sritex Pailit, Utang Triliunan Tak Bisa Terbayar: BCA Jadi Bank Kreditor Terbesar hingga Nasib Ribuan Karyawan Terancam Badai PHK

Jakarta, disinfecting2u.com – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex baru-baru ini dinyatakan resmi oleh Pengadilan Niaga Semarang.

Usulan yang akan berdampak pada Sritex yang merupakan perusahaan terbesar di Indonesia itu tertuang dalam Pasal 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. 

Sebelumnya, Sritex dan perusahaan terkait lainnya seperti PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya kedapatan gagal memenuhi kewajibannya kepada PT Indo Bharat Rayon.

Permasalahan keuangan yang dihadapi Sritex sebenarnya sudah berlangsung lama. Selama bertahun-tahun, utang perusahaan bertambah dan modal berkurang.

Analisa neraca perseroan hingga akhir Juni 2024, aset Sritex turun 5% menjadi USD 617 juta atau sekitar Rp 9,56 triliun (dengan kurs Rp 15.500 per dolar).

Saat ini utang perseroan masih tinggi yakni sebesar USD 1,60 miliar atau setara Rp 24,8 triliun.

Situasi ini memperparah defisit modal negara yang mencapai 980 juta dolar AS atau setara Rp 15,19 triliun pada akhir tahun lalu.

Sritex memiliki utang jangka pendek sebesar US$131,42 juta (Rp 2,04 triliun), dengan sebagian besar utang tersebut, sekitar US$11,36 juta (Rp 176 miliar), berasal dari pinjaman bank jangka pendek.

Di sisi lain, utang jangka panjang perseroan mencapai 1,47 miliar dolar AS (Rp 22,78 triliun), dimana 816 juta dolar AS (Rp 12,65 triliun) diperoleh dari pinjaman perbankan.

Sebagian besar pinjaman bank ini merupakan pinjaman jangka panjang, seperti Citigroup, DBS, HSBC dan Bank of Shanghai, yang berjumlah sekitar US$330 juta.

Selain itu, beberapa bank lain seperti BCA, Bank QNB Indonesia, Citibank Indonesia, Bank BJB, dan Mizuho Indonesia juga merupakan pemberi pinjaman besar dengan masing-masing lebih dari US$35 juta dimiliki oleh Sritex:

1. PT Bank Central Asia Tbk: US$71.309.579 (Rp1.104.298.484.500)

2. State Bank of India Cabang Singapura: US$ 43.887.212 (Rp 680.242.786.000)

3. PT Bank QNB Indonesia Tbk: US$36.939.772 (Rp572.566.466.000)

4. Citibank N.A., Indonesia: US$35.926.893 (Rp556.886.831.500)

5. PT Bank Mizuho Indonesia: US$33.709.712 (Rp522.500.536.000)

6. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk: US$33.270.249 (Rp 515.688.859.500)

7. PT Bank Muamalat Indonesia: US$25.450.705 (Rp394.485.927.500)

8. PT Bank CIMB Niaga Tbk: US$25.339.237 (Rp392.758.173.500)

9. PT Bank Maybank Indonesia: US$25.164.698 (Rp389.052.819.000)

10. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah: US$24.202.906 (Rp 375.144.043.000)

11. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk: US$23.807.159 (Rp368.011.964.500)

12. Bank of China (Hong Kong) Limited: US$21.755.383 (Rp337.208.436.500).

13. PT Bank HSBC Indonesia: USD 21.531.883 (Rp 333.754.176.500)

14. Taipei Fubon Commercial Bank Co., Ltd.: US$20.000.000 (Rp.310.000.000.000)

15. Woori Bank Cabang Singapura: US$19.870.264 (Rp 308.989.092.000)

16. Standard Chartered Bank: US$19.570.364 (Rp303.340.642.000)

17. PT Bank DBS Indonesia: US$18.238.794 (Rp282.701.307.000)

18. PT Bank Permata Tbk: US$16.707.929 (Rp258.962.889.500)

19. PT Bank China Construction Indonesia Tbk: US$14.912.809 (Rp 231.148.539.500)

20. PT Bank DKI: US$9.130.513 (Rp141.523.951.500)

21. Emirates Bank NBD: US$9.014.852 (Rp139.730.206.000)

22. ICICI Bank Ltd., cabang Singapura: US$6.969.549 (Rp 108.038.009.500)

23. PT Bank CTBC Indonesia: US$6.950.110 (Rp107.726.705.000)

24. Deutsche Bank AG: US$6.821.059 (Rp105.736.414.500)

25. PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk: US$4.970.936 (Rp77.068.508.000)

26. PT Bank Danamon Indonesia Tbk: US$4.519.559 (Rp70.053.164.500)

27. PT Bank SBI Indonesia: US$4.380.982 (Rp67.905.221.000)

28. MUFG Bank, Ltd.: US$23.777.834 (Rp368.555.427.000)

Total: $816.721.167 (Rp 12,65 triliun)

Sebelum merilis keputusan bank tersebut, manajemen Sritex menyatakan masih berupaya merestrukturisasi utang yang menumpuk di berbagai bank.

Selain itu, mereka juga terlibat dalam penyelesaian Penundaan Pembayaran Utang (PKPU) dan mengupayakan kesepakatan damai dengan kreditor.

Dalam laporan tahunan Sritex, perusahaan menekankan bahwa utang besar dan kekurangan modal menciptakan ketidakpastian yang dapat mengancam pertumbuhan bisnis.

“Situasi ini menunjukkan adanya ketidakpastian material yang dapat menimbulkan keraguan serius terhadap kemampuan grup ini untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,” kata Manajemen Sritex dalam laporannya.

Namun, perusahaan menyatakan harapannya atas dukungan pemegang saham.

“Organisasi juga telah menerima surat dukungan dari para pemegang sahamnya yang menegaskan akan terus memberikan dukungan finansial kepada organisasi agar dapat melanjutkan usahanya dan dapat memenuhi tanggung jawabnya.” kata Sritex. .

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perusahaan berencana meningkatkan penjualan dan harga, termasuk mengurangi jumlah karyawan.

Pada tahun 2023, Sritex akan mengurangi 2.232 karyawan, dari 16.370 orang pada akhir tahun 2022 menjadi 14.138 orang. Pada akhir Juni 2024, jumlah pegawai kembali berkurang dari 2.889 orang menjadi 11.249 orang.

PHK ini juga berdampak pada pengecer dan pihak lain yang bergantung pada bisnis Sritex, baik hulu maupun hilir.

Mengingat status perusahaannya yang bangkrut, Sritex berupaya keras untuk tetap bertahan di tengah badai utang dan ketidakpastian. Masa depan perusahaan ini sangat bergantung pada langkah restrukturisasi dan dukungan kreditur serta pemegang saham. Namun, dengan hilangnya modal yang sangat besar, Sritex perlu mengambil tindakan yang lebih drastis untuk keluar dari krisis dan menyelamatkan hak-hak pekerja yang terkena dampaknya. (rpi)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top