Jakarta, disinfecting2u.com – Di tengah tantangan perekonomian yang dihadapi kelas menengah Indonesia, pentingnya literasi investasi semakin ditekankan oleh para ahli. Sebab menurut laporan terkini Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat kelas menengah mengalami penurunan signifikan dari 57,33 juta jiwa pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada tahun 2024.
Di sisi lain, kelompok ‘calon kelas menengah’ yang menghadapi kemiskinan semakin bertambah hingga mencapai 137,5 juta orang. Untuk mengatasi fenomena tersebut, literasi keuangan dan investasi menjadi strategi penting untuk memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat.
Neelul Hooda, direktur Pusat Ekonomi Digital untuk Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS), menyoroti tantangan yang dihadapi kelas menengah, termasuk kebijakan pemerintah yang tidak mendukung pertumbuhan kelas menengah.
“Kelas menengah saat ini sedang terpukul oleh kenaikan tarif PPN, harga bahan bakar, dan inflasi sehingga daya beli mereka melemah,” kata Hooda.
Menurutnya, kelas menengah tidak jatuh miskin, melainkan masuk dalam kelompok berisiko miskin. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyediakan lingkungan makroekonomi dengan mempertahankan subsidi dan menunda kenaikan pajak.
“Saya kira kelas menengah tidak naik ke atas, tapi tidak terlalu turun, misalnya pada masyarakat miskin. Ternyata kelas menengah bisa dikatakan dari kelas menengah menuju kemiskinan. -Pandemi Covid -19, menerima lebih banyak bantuan sosial dari masyarakat miskin, sementara kelas menengah berjuang untuk bertahan hidup.” Selain itu, kenaikan PPN pada tahun 2025 juga dapat mempersulit,” ujarnya dalam diskusi makna pertumbuhan yang mengangkat tema “Strategi Investasi Untuk Kesuksesan Kelas Menengah Yang Lemah di Era Ketidakpastian”.
Hooda memperkirakan pertumbuhan pendapatan kelas menengah hanya sekitar 1,5%, jauh di bawah laju kenaikan harga komoditas. Akibatnya, banyak yang terpaksa menggunakan tabungan untuk mempertahankan pola konsumsinya. Hal ini menunjukkan betapa rentannya kelas menengah terhadap tekanan ekonomi. Ia menyarankan agar pemerintah menunda kenaikan tarif PPN dan mempertahankan subsidi yang ada.
Menurutnya, langkah ini dapat memberikan ruang bernapas bagi masyarakat kelas menengah dan memperbaiki kondisi keuangan mereka di tengah tantangan yang ada.
Di sisi lain, Huda juga menekankan pentingnya literasi keuangan dan investasi bagi masyarakat. Meski minat berinvestasi semakin meningkat, namun masih banyak masyarakat yang mengambil keputusan kurang tepat karena tergiur daya tarik keuntungan besar tanpa memahami risikonya. Oleh karena itu, masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan yang mendalam mengenai investasi, agar dapat mengambil keputusan secara bijak di tengah situasi perekonomian yang tidak menentu ini.
“Walaupun minat berinvestasi semakin meningkat, namun masih banyak masyarakat yang melakukan atraksi keuntungan besar tanpa memahami risikonya. Oleh karena itu, sebaiknya masyarakat berinvestasi sebelum memasuki kompleks ekosistem digital ini juga memahami dasar-dasarnya dan lebih proaktif dalam mencari ilmu investasi melalui media digital. berbagai platform tersedia.”
Ada angin segar di tengah tantangan perekonomian yang dihadapi kelas menengah Indonesia, termasuk peningkatan literasi keuangan. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) terbaru yang dilakukan Badan Jasa Keuangan (OJK) dan BPS, Indonesia mengalami peningkatan literasi keuangan yang signifikan. Dari 38,03% pada tahun 2019, kini meningkat menjadi 65,43% pada tahun 2024. Peningkatan literasi merupakan pertanda positif bagi keberlangsungan kelas menengah di tengah tekanan ekonomi.
Menanggapi hal positif tersebut, Benny Safami, salah satu pendiri Guru Makna, melihat perkembangan ini sebagai peluang bagi masyarakat kelas menengah untuk cerdas mengelola keuangannya. Di tengah tantangan perekonomian seperti kenaikan harga komoditas dan suku bunga, pemahaman yang kuat mengenai keuangan dan investasi memberikan peluang bagi masyarakat untuk tidak hanya bertahan hidup, namun juga berkembang. Beni menekankan, dengan semakin kuatnya literasi, masyarakat kini lebih siap mengambil keputusan keuangan secara bijak dan terhindar dari jebakan keuangan seperti pinjaman online ilegal atau keputusan keuangan terpaksa lainnya.
“Peningkatan literasi ini memberi kita harapan. Kini masyarakat kelas menengah menjadi lebih terinformasi dalam mengelola keuangannya dengan lebih baik. Dengan edukasi keuangan yang tepat, mereka bisa lebih memahami cara mengelola pendapatannya, melakukan penganggaran yang efektif, dan memilih instrumen investasi yang sesuai dengan kebutuhannya. profil risiko masing-masing,” jelas Benny.
Ia juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam memilih instrumen investasi. “Dalam kondisi perekonomian yang penuh tantangan ini, masyarakat kelas menengah harus lebih selektif. Investasi seperti obligasi ritel dapat menjadi pilihan yang aman dan menguntungkan, terutama di tengah fluktuasi inflasi. Ia menambahkan, “Dengan investasi yang terjangkau, masyarakat dapat mulai berinvestasi dan melindungi keuangannya. . dari tekanan ekonomi.”
Keberhasilan peningkatan literasi juga diharapkan dapat menciptakan kelas menengah yang lebih tangguh dan siap menghadapi tantangan masa depan. Memahami dasar-dasar investasi dan manajemen risiko akan membantu kelas menengah Indonesia menjaga daya beli dan stabilitas keuangan, bahkan dalam situasi perekonomian yang tidak menentu.
Benny berharap dengan penurunan suku bunga pada tahun 2025, dunia usaha dan perekonomian kelas menengah mendapat tambahan insentif untuk tumbuh.
“Penurunan suku bunga akan memberikan ruang yang cukup bagi dunia usaha untuk berkembang,” ujarnya.
Dengan semakin kuatnya literasi keuangan, kelas menengah Indonesia tidak hanya dapat bertahan, namun juga berkembang. Pemahaman yang baik mengenai pengelolaan keuangan dan investasi akan menjadi landasan penting untuk menghadapi tantangan dan menciptakan masa depan yang stabil dan sejahtera.
“Sudah saatnya kelas menengah Indonesia bangkit, meraih peluang baru, dan bersama-sama membangun kesejahteraan untuk masa depan yang lebih baik,” ujarnya.