disinfecting2u.com – Permohonan berdasarkan pasal 54D (3) UU Pilkada 10 diajukan oleh kelompok advokasi Pemilihan Ulang Tepat Waktu. .
Ungkapan tersebut dianggap memperpanjang ketidakpastian pemilihan ulang di daerah pemilihan dengan kandidat tunggal, terutama jika kotak kosong menang.
Bim, sapaan akrab Muhammad Qabul Nusantara, menjelaskan ketidakpastian ini bisa menciptakan kondisi bagi para pemimpin daerah petahana untuk menjabat dalam jangka waktu lama tanpa legitimasi demokrasi.
“Penjabat kepala daerah bukanlah pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat. Kondisi ini bertentangan langsung dengan Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemimpin daerah harus dipilih secara demokratis,” kata Bim.
Lebih lanjut, Bayu Yusya mengatakan, keputusan yang tidak jelas ini memberikan peluang bagi pemerintah dan DPRK untuk menunda pelaksanaan pilkada ulang yang seharusnya dilaksanakan setahun setelah pilkada serentak.
Ketidakpastian ini dapat memperpanjang masa jabatan pemimpin daerah yang terakhir, yang pada akhirnya dapat merugikan hak masyarakat untuk memilih langsung pemimpinnya. Kami akan memastikan pemilu ulang dapat dilaksanakan tepat waktu dan sesuai jadwal. tunduk pada perjanjian undang-undang. Kami ingin memastikan mereka tidak melakukannya, – kata Bayu.
Kelompok advokasi tersebut mengatakan keputusan tersebut tidak hanya menghalangi kepastian hukum, namun juga membuka kemungkinan penundaan pemilihan ulang selama lima tahun setelah siklus pemilihan provinsi serentak berikutnya. Jika opsi ini dipilih, daerah yang menang dengan kotak kosong harus menunggu hingga tahun 2029 untuk kembali menyelenggarakan pemilu daerah, dengan masyarakat dipimpin oleh pemimpin daerah yang berkuasa dengan kekuasaan terbatas dan tidak memiliki mandat demokratis.
Ketidakpastian ini berdampak pada legitimasi pemerintahan daerah. Jika hukuman ini tidak dihilangkan, maka pemimpin daerah saat ini bisa menghabiskan seluruh masa jabatannya tanpa proses demokrasi, dan ini tentu saja mengkhianati. prinsip demokrasi yang terjamin. dengan konstitusi kita,” kata Beam.
Klaim tersebut sekaligus mengingatkan kita bahwa terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024. Jika kotak kosong menang, daerah-daerah tersebut akan menghadapi ketidakpastian yang panjang mengenai kapan pemilu ulang akan diadakan.
Bim dan Bayu Yusya berharap Mahkamah Konstitusi menyatakan frasa “diselenggarakan sesuai jadwal undang-undang” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menjamin pemilu ulang dilaksanakan satu tahun setelah pilkada. .
“Ketidakpastian dalam situasi ini adalah musuh demokrasi. Seharusnya daerah dipimpin oleh kepala daerah yang dipilih oleh masyarakat melalui pemilihan langsung, bukan pejabat sementara. “Jika undang-undang ini tidak diubah maka masyarakat akan dirugikan karena hak mereka untuk memilih langsung pemimpinnya akan terabaikan,” pungkas Bayu.
Dampak ketidakpastian pemilu ulang Ungkapan ini berpotensi memperluas kepemimpinan dengan menjabat sebagai pemimpin regional di wilayah yang pemenangnya adalah kotak kosong. Hal ini menimbulkan kekhawatiran yang besar di kalangan para kandidat, karena pemilihan ulang mungkin akan ditunda hingga lima tahun setelah siklus pemilihan provinsi serentak berikutnya.
Kehadiran penjabat kepala daerah juga dinilai lemah secara konstitusional karena kewenangannya terbatas dan tidak diberdayakan langsung oleh rakyat. Menurut Beam, hal ini dapat berdampak pada keberlangsungan pemerintahan yang seharusnya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dengan lebih baik.
“Jika kondisi ini tidak dipenuhi, kita akan menyaksikan fenomena penjabat pengelola daerah bertindak tanpa legitimasi demokrasi. Ini sepenuhnya bertentangan dengan semangat demokrasi kita,” kata Beam.
Kami berharap persidangan ini akan meletakkan dasar bagi reformasi hukum yang lebih adil yang akan memastikan bahwa hak rakyat untuk memilih secara langsung pemimpin mereka dilindungi dan dilindungi oleh Konstitusi (chm).