Imam Tidak Pakai Qunut, Memangnya Makmum Boleh Lakukan Qunut Sendiri? Ustaz Adi Hidayat Jawab Tegas Hukumnya…

disinfecting2u.com – Umat Islam khususnya di Indonesia sudah terbiasa dengan perbedaan pendapat terkait pembacaan Al-Qur’an saat menunaikan shalat subuh.

Doa Qwut dibaca pada saat salat subuh, namun sebagian orang tidak mengamalkannya.

Meski begitu, shalat dua-duanya tetap sah karena adanya perbedaan aliran atau imam yang dianutnya.

Dalam mazhab Imam Syafi’i, salat Kunat dan bacaan Basmala dibacakan dengan suara Jahr atau nyaring. Saat ini mazhab Hambali tidak melaksanakan salat kuantum. 

Karena doa memohon kekuasaan hanya dilakukan dalam situasi nazila atau saat ada kejadian. Jika tidak ada peristiwa, maka itu bukan kuantum.

Dari mazhab Imam Malik, doa Qantas dibacakan, namun Qantas dibacakan dengan suara keras atau pelan. Padahal, menurut keyakinan Imam Abu Hanifah, ia tidak membaca kuantum sama sekali.

Namun perbedaan-perbedaan tersebut tidak menjadi masalah. Lantas, jika imam tidak bisa membaca qaant saat salat berjamaah, apakah jamaah bisa membacanya sendiri?

Dalam salah satu ceramahnya, Adi al-Haidat menjelaskan perbedaan antara shalat Quwanat dan shalat Shacharit. 

Bagaimana penjelasan Ust Eddy Heydiat soal itu? Periksa informasi berikut.

Ustaz Adi Hidayat mengatakan, para imam sebelumnya tidak memiliki perbedaan pemahaman apakah harus menggunakan qid atau tidak. 

Bahkan, ia menegaskan, bagi yang tidak membaca kuantum agar tidak menilai kemampuannya, maka hal itu dianggap sesat.

“Mau tahu, itu argumennya. Mau tahu, itu argumennya. Bukan salah, siapa yang tidak salat Syaharit, itu khilaf,” kata Ustaz Edi Haidit.

Guru Eddie Hidiat. (Sekarang)

Kalau wajib salat imamnya tidak suci, bolehkah jamaah salat karena sudah terbiasa mengamalkannya? 

Kemudian Ustaz Edi Hidat menjawab, jika ada yang berdiri di depan imam melakukan trik, maka jamaah harus mengikuti imam dalam melakukan trik tersebut.

“Kamu shalat sambil berdiri, bagi imam yang kunat. Saya punya Kunt, bukan Kunt? Kata Syekh Ibnu Utziimin, ini dari mazhab Hambli, dia tidak tahu fajar, tapi dia bilang,” jelas Ustaz. Eddie Hite.

Katanya, jika seorang ulama yang tidak memenuhi syarat berdiri di hadapan imam yang memenuhi syarat, maka dia akan ikut dengan dalih mengamalkannya dengan menjaminnya, lanjutnya.

Karena itu harus diikuti dengan kehadiran seorang pendeta. Jadi setiap komunitas di belakangnya pasti akan mengikuti.

“Imam itu ada untuk diikuti, sehingga setiap bacaan suci para Imam dibacakan. Jika imamnya seorang kuant, maka imam menyetujuinya. katanya.

Sedangkan mengenai persoalan mengangkat tangan atau tidak, hal ini masih menjadi permasalahan, karena boleh atau tidaknya seseorang mengangkat tangan.

“Kalaupun tidak bisa datang pada pagi hari, jika imam ada, maka wajib datang. Karena tidak mungkin wanita itu berbeda dengan imam,” jelasnya.

“Di mana ada seorang imam yang terlambat dan sujud.” Jadi kalau imamnya tipu-tipu, amin,” lanjutnya. 

Begitu pula sebaliknya, jika umat membaca secara umum dan imam tidak, maka massa tidak boleh mengikuti. Dan tidak perlu melakukan sujud Syahvi.

“Jika imam tidak shalat, jangan pergi lagi.” Imam mengucapkan salam, salat selesai. Tidak perlu terburu-buru dalam berdoa,” tegasnya. (senjata/km)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top