Tom Lembong Jadi Tersangka Impor Gula, Padahal Impor Gula Era Zulkifli Hasan dan Mendag Lainnya Lebih Tinggi

Jakarta, disinfecting2u.com – Kejaksaan Negeri (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong, sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi usaha impor gula untuk periode 2015-2023 di Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Kejaksaan juga menemukan kasus dugaan korupsi usaha impor gula periode 2015-2023 di Kementerian Perdagangan yang melibatkan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Abdul Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa malam, menjelaskan keterlibatan Tom Lembong bermula saat, pada 12 Mei. Pada tahun 2015, dalam rapat koordinasi antar kementerian disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu melakukan impor gula.

Namun pada tahun yang sama, Tom Lembong, Menteri Perdagangan saat itu, memberikan izin impor gula.

“TTL memberikan izin impor gula pasir mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk kemudian diolah menjadi gula pasir putih,” ujarnya.

Sementara itu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu mengungkapkan keprihatinannya atas ditetapkannya mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong sebagai tersangka oleh Jaksa Penuntut Umum dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

Menurut Said Didu, penetapan tersangka ini menandakan ada yang tidak beres dalam kebijakan impor gula pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.

“Memeriksa kemungkinan adanya korupsi impor gula,” kata Said Didu dalam keterangannya di App X @msaid_didu (30/10/2024).

Ia juga mengatakan masyarakat harus mendesak Kejaksaan Agung mengusut tuntas dugaan korupsi impor gula yang terus terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

“Kami berharap semua pihak yang terlibat dalam permainan impor gula ini diusut dan tidak tebang pilih,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Said Didu, pada masa pemerintahan Jokowi, setiap menteri perdagangan mengambil kebijakan impor gula dalam jumlah besar.

“Pada masa pemerintahan Jokowi, semua menteri perdagangan mengimpor gula,” ujarnya.

Hal itu disampaikannya pada masa amanah Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan pada 2015-2016. impor gula mencapai sekitar 5 juta ton.

Kebijakan impor ini dilanjutkan pada masa Enggartiast Lukit yang bertugas pada tahun 2016 hingga 2019 dengan angka impor sekitar 15 juta ton.

Selanjutnya, pada periode Agus Suparmanto, antara tahun 2019 hingga 2020, tercatat impor gula sekitar 9,5 juta ton.

Sedangkan pada masa kepemimpinan Muhammad Luthfi pada tahun 2020 hingga 2022, kebijakan impor terus berlanjut dengan total sekitar 13 juta ton.

Kejaksaan Agung menilai izin impor yang dikeluarkan Tom Lembong tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi kementerian untuk mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.

Qohar mengatakan, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, pihak yang diperbolehkan mengimpor gula kristal putih hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kemudian pada tanggal 28 Desember 2015 dilakukan rapat koordinasi bidang perekonomian. Salah satu pembahasannya adalah pada tahun 2016, Indonesia diperkirakan akan kekurangan gula pasir putih sebanyak 200.000 ton.

Dalam rangka menstabilkan harga gula dan memenuhi cadangan gula nasional, pada bulan November hingga Desember 2015, CS selaku direktur pengembangan bisnis PT Perusahaan Dagang Indonesia (PPI) memerintahkan anak buahnya untuk mengadakan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI dan PT MSI.

Kedelapan perusahaan ini mengolah gula pasir mentah menjadi gula pasir putih, meski perusahaan tersebut hanya memiliki izin untuk menangani gula rafinasi.

Untuk memenuhi pasokan dan menstabilkan harga, gula yang diimpor harus berupa gula kristal putih murni, dan hanya BUMN yang boleh mengimpornya. Namun gula impor merupakan gula kristal mentah.

Setelah itu, PT PPI sepertinya akan membeli gula. Bahkan, ada delapan perusahaan yang menjual gula pasir ke masyarakat melalui distributor afiliasi dengan harga Rp 16.000 per kilogram, lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) saat itu sebesar Rp 13.000 per kilogram, dan tidak dilakukan operasi pasar. dieksekusi.

Dari jual beli gula kristal mentah yang menjadi gula kristal putih, PT PPI mendapat kompensasi (gaji) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan menangani gula pasir sebesar Rp105 per kilogram, jelasnya. 

Gara-gara ulah mereka, negara dirugikan sekitar Rp400 miliar.

Tom Lembong dan CS kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2, Ayat 1, atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999, diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. .

Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari Kementerian Perdagangan. (perut)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top