NEWS Nada Suara Bergetar dan Mata Berkaca-kaca, Letkol Untung Pemimpin G30S PKI Sampaikan Pesan Terakhir Sebelum Dieksekusi Mati, Katanya…

disinfecting2u.com – Hari itu di penghujung tahun 1966, Untung, Panglima G30S PKI, bertemu dengan temannya Dr. Soebandrio, mantan Wakil Perdana Menteri Pemerintahan Dwikora I, di selnya di Cimahi, Jawa Barat. . 

Baik Untung maupun Soebandrio didakwa melakukan subversi di Pengadilan Militer Tambahan atas keterlibatannya dalam peristiwa berdarah Gerakan 30 September (G30S PKI) dan dijatuhi hukuman mati.

Momen tersebut merupakan kali terakhir keduanya bertemu sebagai sesama tahanan pasca jatuhnya G-30-S pada 30 September 1965. Pertemuan terakhir itu diceritakan Soebandrio dalam memoarnya “Soebandrio: Kesaksian Saya Tentang G30S”. Prajurit yang terkenal gagah berani di medan perang itu menitikkan air mata dan suara gemetar saat berpamitan dengan Soebandrio.

 

“Tuan Ban, selamat tinggal. Jangan sedih. Kami akan menemui Anda di sana empat hari lagi,” katanya sambil menunjuk ke atas dengan suara gemetar. kata Soebandrio mengutip Letkol Untung. 

Sobandrio mengatakan, pertemuan terakhirnya dengan Kolonel Untung berlangsung dalam suasana haru. Hari itu mereka mendapat kabar bahwa Letkol Untung akan segera dieksekusi, dan giliran Soebandrio empat hari kemudian.

“Saya dan Lucki yang sempat berteman dekat saat berada di penjara yang sama, benar-benar diliputi suasana haru. Saya bukan hanya terharu tapi juga bingung, sedih, bahkan panik.”  tulis Soebandrio. 

“Karena Ahmad Durmawel (jaksa militer yang mengadili saya) waktu itu memberi tahu saya bahwa empat hari kemudian giliran saya (yang akan dieksekusi). Saya ingat itu hari Selasa. Artinya, saya akan dieksekusi pada hari Sabtu.” lanjut Soebandrio. 

Diakui Sobandrio, sebelum hukuman mati dijatuhkan, Letkol Untung sudah sangat yakin tidak akan dijatuhi hukuman mati oleh regu tembak. Kepercayaan Untung didasari oleh kedekatannya dengan Soeharto.

“Dia sering bercerita kepada saya, tidak mungkin Soeharto mengkhianatinya. Karena dia berteman dengan Soeharto dan dia mengatakan bahwa Soeharto tahu tentang program G30S dan bahkan memberikan bantuan militer. Jadi dia sangat yakin tidak akan mengkhianatinya. Soeharto.” kata Soebandrio.  

Peneliti Amerika Victor M. Fic, dalam “COUP 1 OKTOBER 1965: Kajian Konspirasi” yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia pada tahun 2005, menjelaskan bagaimana Soeharto secara pribadi dekat dengan para konspirator utama G30S-PKI, seperti Letjen. Kol. Untung, Kolonel Latief dan bahkan Sjam Kamaruzaman. 

Untung mengenal Soeharto dari Gerakan Pembebasan Irlandia Barat dan Untung adalah bawahan Soeharto di lini depan. 

Dikenal sebagai pejuang pemberani, ia memimpin pasukan kecil berperang di Gurun Kaimana.

Operasi pembebasan Irian akhirnya berhasil. Pada tanggal 15 Oktober 1962, Belanda menyerahkan Irlandia kepada PBB. Sejak tanggal 1 Mei 1963, Irian diserahkan kepada Republik Indonesia oleh PBB. 

Keberanian Untung di medan perang bahkan sampai ke telinga Presiden. Untuk itu, Presiden Sukarno menganugerahi Kolonel Untung Medali Bintang. Presiden Soekarno mengangkat Untung sebagai salah satu perwira satuan pengawal istana, Cakrabirawa.

“Pada bulan Februari 1965, Untung dipindahkan dari Divisi Diponegoro Jawa Tengah ke Jakarta untuk memimpin Batalyon Pengawal Presiden atau Cakrabirawa atas usul Soeharto,” tulis Victor M Vic. 

“Hubungan dekat antara kedua pria ini paling baik ditunjukkan oleh fakta bahwa pada akhir April 1964, Suharto pergi ke Kebumen di Jawa Tengah untuk menghadiri resepsi pernikahan Untung.” Lanjut Victor. 

Namun hasilnya berbeda, Kolonel Untung akhirnya harus pasrah dieksekusi oleh regu tembak tentara. 

Soebandrio mengaku sempat bertemu Untung sebelum petugas Lapas membawanya ke tempat eksekusi.

“Saat itu dia ditanya tentang permintaan terakhirnya, karena sudah biasa orang dieksekusi. Mungkin karena Untung panik, dia tidak meminta apa pun.” kata Soebandrio.  

Sore harinya, Soebandrio diawasi ketat saat temannya keluar menuju pintu Lapas Cimahi.  

“Aku melihat Untung keluar dari penjara. Dia berjalan tegak. Barangkali dia bisa segera mengendalikan emosinya yang tak karuan. Tapi barangkali dia sudah pasrah pada takdir Tuhan bahwa perjalanan hidupnya berakhir di situ.” kata Soebandrio.  

“Lalu saya dengar Untung dieksekusi di sebuah desa di luar kota Bandung. Saya tidak sempat bersedih lagi memikirkan nasib Untung, hidup saya sendiri akan segera berakhir.” lanjut Soebandrio.    

Letkol Untung Shamsuri lahir pada tanggal 3 Juli 1926 di Kedung Bajur, Bojongsari, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Ayahnya, Abdullah, bekerja di bengkel peralatan batik di Pasar Kriwong, Solo, Jawa Tengah. 

Pada masa Perang Kemerdekaan, Untung bergabung dengan Batalyon Sudigdo di Wonogiri, Jawa Tengah. 

Pasca pemberontakan PKI di Madiun, ia mengganti namanya dari Kusman menjadi Untung Sutopo dan bergabung dengan TNI setelah bersekolah di akademi militer di Semarang. 

Untung dianggap sebagai salah satu lulusan akademi militer yang berprestasi. Dalam sesi latihannya, ia bersaing dengan Benny Moerdani, perwira muda yang berperan penting di RPKAD.

Sebelum dipanggil kembali ke Resimen Chakrabilawa, Untung menjabat sebagai Komandan Batalyon Raider 454/Banten yang bermarkas di Srondol, Semarang. Batalyon ini mempunyai kualitas dan tingkat legenda yang sama dengan Yonif Lintas Udara 330/Kujang dan Yonif Lintas Udara 328/Kujan II. 

Sobandrio mengatakan Letkol Untung adalah prajurit sejati yang tidak tertarik pada politik. Setidaknya begitulah penilaian Soebandrio saat berinteraksi dengan Untun selaku sesama napi Cimahi. 

“Saat saya menghabiskan beberapa bulan bersamanya di Lapas Cimahi, Bandung, saya tahu persis bahwa Untung tidak suka politik. Dia tipe prajurit yang setia kepada atasannya, begitu pula sikap prajurit sejati pada umumnya. Kepribadiannya jujur. dan jujur.” tulis Soebandrio dalam memoarnya. 

Hal ini juga terlihat dari fakta bahwa hingga beberapa saat menjelang eksekusi, Untung masih meyakini hukuman mati tidak dapat dilaksanakan. 

“Percayalah Pak Ban, hukuman saya hanya akting, suatu hari dia memberitahu saya. Mengapa? Karena dia yakin Soeharto mendukung tindakannya: membunuh para jenderal.” kata Soebandrio mengutip Letkol Untung. (buz/tsy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top