LEMBARAN Masih Ingat Kisah Ahmad Suradji? ‘Dukun dari Neraka’ yang Tega Habisi Nyawa 42 Wanita Serta Mengisap Air Liur Para Korbannya Demi Kesaktian

disinfecting2u.com – Ahmad Suradji, orang gila yang dijuluki “dukun dari neraka”, menjadi salah satu pembunuh berantai terbanyak dalam sejarah Indonesia. 

Dia membunuh 42 wanita dan melakukan ritual kejam, termasuk meludahi orang yang memukulnya, untuk meningkatkan kekuatan mistiknya. 

Aksi keji ini terjadi antara tahun 1986 hingga 1997 di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. 

Kasus ini menarik perhatian publik dan memicu kecaman luas di negara tersebut.

Simak kisah pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Ahmad Suradji yang dikenal dengan sebutan Dukun AS berikut ini.

Setelah Ahmad Suradji atau dukun Amerika

Ahmad Suradji lahir dari pasangan Jogan dan Sartika, yang ayahnya juga seorang dukun bernama Jogan. Namun ayahnya meninggal saat Suradji baru berusia tujuh bulan. 

Meski demikian, Suradji tumbuh dengan ketertarikan yang mendalam terhadap dunia kegelapan dan ilmu perdukunan yang diwarisinya dari kitab-kitab peninggalan ayahnya. Pada usia 12 tahun, Suradji mulai mempelajari ilmu ini.

Di masyarakat tempat tinggalnya, Ahmad Suradji dikenal dengan sebutan “Nasib Kelewang” – julukan yang ia terima ketika berhasil selamat setelah terjatuh ke dalam sumur. 

 

Ketika sudah dewasa, Suradji menikah dengan Tumini, wanita pertama yang mengikutinya. 

Namun keinginannya untuk memiliki anak perempuan membuatnya menerima poligami. 

Ia menikahi dua wanita sekaligus dan keduanya merupakan kerabat Tumini. Kehidupan keluarga membawanya lebih dekat ke dunia misterius.

Pesan mistik dari Sang Ayah: korbankan nyawa 70 wanita

Klaim bahwa Ahmad Suradji mempunyai kesaktian berasal dari mimpi yang mengaku mendapat petunjuk dari arwah ayahnya. 

Dalam salah satu mimpinya, ayahnya memberinya “wangsit”, atau pesan ajaib, bahwa untuk mendapatkan kekuatan super, Suradji harus mengorbankan 70 jiwa. 

Ketika invasi supernatural semakin intensif, Suradji mulai merencanakan pembunuhan massal.

Korbannya meminta bantuan kepadanya, karena percaya pada reputasinya sebagai dukun yang “kuat”. 

Mereka percaya bahwa Suradji dapat membantu menyelesaikan banyak permasalahan hidup, mulai dari masalah rumah tangga hingga keinginan untuk menjadi lebih cantik dan sukses secara fisik. 

Namun, bagi Suradja, perempuan-perempuan tersebut adalah sarana untuk mencapai cita-citanya.

Modus Operandi membunuh dukun neraka

Para korban yang sebagian besar berusia antara 13 hingga 27 tahun datang ke rumah Suradji untuk menerima bantuan perdukunan. 

 

Suradji akan membawa mereka ke ladang tebu di sekitar rumahnya dan memasaknya di sana. 

Di sana dia memerintahkan orang yang terbunuh untuk mengisi sungai sampai perutnya, lalu dia mengikat dan membunuh mereka, lalu meminum ayah mereka.

Ia percaya bahwa meminum air liur korbannya akan memberinya kekuatan supernatural. 

Setelah para korban meninggal, Suradji menguburkan jenazah mereka dengan kepala menghadap ke rumahnya. Menurut keimanannya, hal ini akan memperkuat ilmu spiritualnya.

Kelakuan buruk Ahmad Suradji baru terungkap pada tahun 1997, ketika seorang warga kota menemukan seorang perempuan telanjang di ladang tebu. 

Jenazah tersebut merupakan milik Sri Kemala Devi, remaja putri yang dilaporkan hilang.

Awalnya polisi menduga suami Dewi adalah operatornya karena mengira sempat terjadi adu mulut di antara mereka sebelum Dewi menghilang. 

Namun penyelidikan lebih lanjut berhasil mengungkap identitas Suradji setelah seorang saksi mengaku melihat Devi mendatangi rumah Suradji untuk meminta nasihat.

Saat polisi menggeledah rumah Suradja, mereka menemukan barang-barang milik korban, antara lain pakaian dan perhiasan wanita. 

Penemuan ini memperkuat dugaan Suradji sebagai pelaku pembunuhan. Saat diinterogasi, Suradji akhirnya mengakui semua kejahatannya, termasuk membunuh 41 wanita lainnya. 

Ia mengungkapkan, alasan pembunuhan ini adalah untuk mendapatkan kesaktian.

Hukuman mati bagi dukun di AS

Kasus Ahmad Suradji mengejutkan masyarakat Indonesia dan memicu kemarahan luas. Pada 24 April 1998, hakim memutuskan Suradji harus dijatuhi hukuman mati karena membunuh 42 perempuan. 

Dalam persidangan, Suradji mengambil beberapa langkah hukum untuk menghindari eksekusi, termasuk memohon ampun kepada Presiden Indonesia, namun semua upayanya ditolak.

Di penjara, Ahmad Suradji mengaku telah bertaubat dan meninggalkan ilmu kelamnya. 

Ia juga rutin mengikuti perkuliahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan. 

Namun pengampunan dan pertobatannya tidak mengubah keputusan tersebut.

Pada 10 Juli 2008, Ahmad Suradji dibunuh oleh Brimob Polda Sumut. 

Tiga peluru mengenai dadanya, mengakhiri hidup “Dukun dari Neraka”. Keesokan harinya, pihak keluarga menguburkan jenazahnya tanpa banyak upacara.

Kasus pembunuhan berantai Ahmad Suradja meninggalkan jejak besar dalam sejarah kriminal Indonesia. 

Kejahatan tersebut mengejutkan tidak hanya dengan banyaknya korban, tetapi juga dengan metode operasi yang melibatkan ritual misterius. 

Kasus ini menjadi simbol peringatan masyarakat terhadap bahaya takhayul dan ilmu hitam yang masih diyakini sebagian masyarakat di banyak daerah.

Saat ini kisah Ahmad Suradji kerap dimuat di berbagai media, baik majalah, artikel, bahkan serial televisi yang meliput kasus-kasus kriminal populer di Indonesia. 

Kejahatannya juga sering menjadi topik diskusi tentang peran kepercayaan tradisional dalam memotivasi perilaku buruk.

Meski Ahmad Suradji terbunuh, namun warisan kelamnya masih hidup di Sumatera Utara, khususnya di Desa Sei Semayang tempat kejahatannya terjadi. 

Perkebunan gula yang dulunya merupakan tempat terjadinya banyak pembunuhan kini disebut sebagai “tempat pembunuhan” oleh warga setempat. 

Banyak orang yang masih takut untuk mendekati tempat ini, dan ada pula yang percaya bahwa roh orang yang baru saja menyiksanya membawa kejahatan kepadanya.

Kisah hidup dan mati Ahmad Suradji terus menjadi pembelajaran bagi generasi mendatang akan betapa dahsyatnya pengaruh kekuatan takhayul dan kejahatan. 

Pembunuhannya menjadi peringatan akan bahaya ketika kepercayaan mistik bercampur dengan niat jahat, menjadi salah satu catatan paling kelam dalam sejarah kriminal Indonesia. (kata benda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top