Kisah Masa Kecil Gus Dur yang Sangat Nakal, sampai Alami Patah Tulang Jatuh dari Pohon dan Diikat di Tiang Bendera

disinfecting2u.com – Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, memiliki sejarah sebagai anak yang suka berpetualang semasa kecil. Dalam kisah masa kecilnya, Gus Dur mengalami luka serius terjatuh dari pohon hingga harus diikat ke tiang bendera.

Kisah Gus Dur yang di masa mudanya disebut sebagai anak nakal menjadi hal yang menarik untuk dibahas karena sosoknya kerap menginspirasi semua kalangan bahkan hingga ke luar negeri.

Kecerdasan Gus Dur menjadi pribadi yang patut ditiru karena mampu menilai dari berbagai sudut pandang yang tidak biasa. Sebab beliau mempunyai ilmu keilmuan yang tinggi di beberapa bidang.

Dilansir disinfecting2u.com dari situs resmi Tebuireng, Kamis (2/1/2025), Gus Dur bercerita tentang sosok imut namun sangat cerdas yang menempel di tiang bendera.

 

Mahasantri Pondok Pesantren Tebuireng menulis cerita Gus Dur harus berjemur di tengah tiang bendera karena terikat dengan ayahnya, KH Wahid Hasyim.

Sebagai putra KH Wahid Hasyim, Gus Dur memiliki sejarah tumbuh besar di Jombang dan Jakarta.

Alasan Gus Dur pindah rumah dan harus merantau dari Jombang ke Jakarta karena KH Wahid Hasyim sedang menjalankan amanah sebagai Menteri Agama saat itu.

Saat itu, ayahnya juga menjabat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng sekaligus menjalankan tugas Menteri Agama.

Aros dalam tulisannya mengatakan, Gus Dur sangat energik dan selalu bergerak seperti anak kecil yang tidak bisa duduk diam sejenak.

Saking hiperaktifnya, kata Áros, Gus Dur mempunyai kepribadian yang sangat konyol saat tinggal di Tebuireng dan Denanyar.

Tak hanya tak bisa diam, Gus Dur kecil juga punya sikap nakal dan membuat ulah. Hal ini membuat orang lain sangat merepotkan karena kelakuannya.

Ketika KH Wahid Hasyim menjadi presiden pertama Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) pada tahun 1944, Gus Dur harus memulai situasi di Jakarta.

“Pada tahun 1945, setelah kemerdekaan, keluarga Gus Dur kembali ke Jombang. Namun pada tahun 1949, setelah perang melawan Sekutu usai, mereka kembali ke Jakarta karena ayahnya, Kiai Wahid, diangkat menjadi Menteri Agama Republik Indonesia,” kata Aros dalam keterangan tertulisnya.

Saat berusia 12 tahun, pada tahun 1952, Gus Dur terpaksa menikmati dampak masa kecilnya. Di masa mudanya, lengannya patah dua kali.

Lengan Gus Dur pertama kali patah karena tidak sengaja menginjak dahan saat memanjat pohon.

Gus Dur terpaksa terjatuh dari pohon karena dahannya patah dan tidak mampu menopang beban tubuhnya.

Ada pula cerita patah tulang lagi yang membuat Gus Dur muda menerima kenyataan bahwa ia hampir kehilangan tangannya.

Penyebab jatuhnya Gus Dur bermula ketika diam-diam ia mengambil makanan yang diambil dari dapur untuk disantap sambil menikmati suasana pohon besar.

Saat sedang mencoba mengapresiasi suasana di puncak pohon besar itu, Gus Dur tiba-tiba tertidur, mungkin perutnya sudah kenyang.

Saat itu, Gus Dur harus berguling-guling dan memutar tubuhnya tanpa disadari hingga ia roboh dan terjatuh ke tanah.

Dalam biografi Gus Dur, Greg Barton bercerita tentang Gus Dur yang mengalami patah tulang dan dirawat dokter karena mengalami luka serius.

Pasalnya, tulang lengan Gus Dur tampak menonjol yang mungkin terlihat dari luar akibat patahnya peristiwa tersebut.

Dokter pertama yang merawat Gus Dur kecil berspekulasi, lengan putra KH Wahid Hasyim tidak bisa diselamatkan karena patah tulang parah.

Tak hanya terjatuh dari pohon, KH Wahid bahkan turut kasihan pada Gus Dur kecil yang kesusahannya pada suatu waktu sangat berat.

Ayahnya menunjukkan betapa tegasnya dia pada anak kesayangannya. Terkadang Gus Dur kecil pun harus menikmati indahnya suasana di tengah tiang bendera saat ia diikat dengan tali.

Ada gambar kecil Gus Dur di tengah tiang bendera tepat di halaman depan rumahnya. Momen ini adalah hukuman yang pantas diterimanya dari ayahnya.

Sang ayah menilai selera humor Gus Dur sudah keterlaluan dan sudah jauh dari sikap sopan kepada orang tua dan orang lain.

Meski Gus Dur kecil adalah sosok yang sangat aktif dan suka berpetualang, namun ia berhasil menarik perhatian banyak orang karena ia seorang pecandu buku saat bersekolah di Sekolah Menengah Ekonomi (SMEP).

Puncaknya buku ini tak lepas dari hobi yang dimunculkan Gus Dur yang dikenang dalam buku berjudul Gus Gerr: Bapak Pluralisme & Guru Bangsa karya M Hamid.

Tak hanya sekedar kecanduan buku, Gus Dur kecil mempunyai kemampuan yang sangat cerdas dalam berpidato bahasa Inggris ketika masih di SMEP.

Ia juga memiliki buku-buku berbahasa Inggris berkualitas tinggi, termasuk novel karya William Bochner, buku tentang filsafat Plato dan Thales, dan Das Kapital karya Karl Marx.

Informasi multibahasa ini menegaskan gagasan Gus Dur dinobatkan sebagai sosok manusia istimewa dan bukan sembarang orang.

Berbagai pemikiran yang dikembangkannya berhasil memikat hati semua pihak, terutama mengenai gagasan atau pandangan mengenai agama, sehingga menjadikannya sebagai bapak pluralisme.

(terkesiap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top