Jakarta, disinfecting2u.com – Permasalahan tata kelola industri kelapa sawit masih bertumpu pada beberapa kendala dan salah urus yang menyebabkan negara kehilangan tambahan pendapatan sebesar Rp 279,1 triliun.
Hal itu diungkapkan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika pada Senin (18/11/2024) saat memberikan pemaparan tentang pencegahan maladministrasi pengelolaan industri sawit di gedung Ombudsman RI.
Eka Hendra Fatika mengatakan negara bisa mengumpulkan tambahan pendapatan sebesar Rp 279,1 triliun jika pengelolaan industri sawit diperbaiki. Rp 279,1 triliun,” ujarnya.
Yeka Hendra Fatika juga menjelaskan, Ombudsman Indonesia menemukan tiga aspek kunci tata kelola yang buruk dalam pengelolaan industri kelapa sawit. Ketiga hal tersebut terutama berkaitan dengan masalah pertanahan, perizinan, dan sistem tata niaga, dan jika berbicara masalah pertanahan, permasalahan yang paling sering terjadi adalah perambahan perkebunan pada kawasan hutan lahan sawit. Ia berpendapat permasalahan ini harus diselesaikan dengan mengutamakan kepemilikan tanah yang diberikan oleh HAT dan pengakuan hukum lainnya.
Selain itu, terkait perizinan, Yeka Hendra Fatika menjelaskan tantangan utama dalam pengelolaan industri kelapa sawit adalah rendahnya pendataan Sertifikat Pendaftaran Tanaman (STD-B), sertifikat ISPO, dan ketidakpastian persetujuan teknis. Pelayanan pemanfaatan air pabrik kelapa sawit (pertek) Sedangkan pada aspek ketiga terkait tata niaga, menurut Yeka Hendra Fatika, perizinan pabrik kelapa sawit (PKS), program kebijakan perdagangan kelapa sawit merupakan hal yang lumrah. derivatif, dan pengelolaan dana. minyak kelapa sawit “Jika dihitung potensi kerugian di lapangan, aspek perizinan, dan aspek sistem tata niaga, kerugiannya mencapai Rp 279,1 triliun,” tegas Yeka Hendra Fatika.
Badan Khusus Untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan beberapa permasalahan dalam pengelolaan industri kelapa sawit, Yeka Hendra Fatika mengapresiasi perlunya integrasi kebijakan melalui pembentukan badan khusus untuk mengelola kebijakan terkait industri kelapa sawit.
“Dalam hal ini, pemerintah harus membentuk otoritas kelapa sawit nasional yang berada di bawah pengawasan langsung presiden,” kata Yeka Hendra Fatika.
Ia kemudian mengusulkan agar badan khusus ini diberikan kewenangan untuk mengkoordinasikan kebijakan terkait kelapa sawit, serta memantau penerapan peraturan terkait operasional kelapa sawit. (semut)