Jakarta, disinfecting2u.com – Anggota Komisi III DPR RI Bambang Sosatayo mengungkapkan keprihatinannya terhadap pesatnya perkembangan teknologi keuangan, khususnya cryptocurrency atau mata uang digital (crypto), yang memberikan peluang baru terjadinya kejahatan.
Dengan pesatnya kemajuan digital, aset kripto kini semakin banyak digunakan oleh para penjahat untuk kegiatan seperti korupsi, perjudian online, narkoba, dan bahkan pencucian uang.
Pengawasan yang ketat dan undang-undang khusus diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan aset kripto dalam kegiatan kriminal.
“Crypto menyediakan platform yang memungkinkan transaksi menjadi transparan dan sulit dilacak karena merupakan token pseudo-anonim. Oleh karena itu, menarik bagi penjahat terorganisir. Transaksi Crypto dapat dilakukan oleh pembeli dan penjual. Operasi anonim. Crypto berjalan terus jaringan blockchain. Tanpa otoritas pusat, ini memungkinkan transaksi lintas batas yang cepat dan murah, dalam waktu Tanpa batasan dan batasan. Apalagi di berbagai negara tidak ada undang-undang yang tegas terkait kripto, orang jahat bilang intervensi ini,” kata Bamsoet usai rapat dengar pendapat Komisi DPR, di Gedung DPR Jakarta, Rabu (6/11/). .
Sebagai mantan Ketua DPR RI dan Ketua DPR RI, Bamsoet mengatakan para pelaku kejahatan menggunakan cryptocurrency untuk menyembunyikan uang ilegal.
Teknologi Blockchain memudahkan untuk mentransfer dan menyimpan uang buruk tanpa token yang jelas.
Data menunjukkan bahwa 24% kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi melibatkan transaksi mata uang digital, menunjukkan betapa seriusnya masalah ini.
“Crypto banyak digunakan dalam pencucian uang, perdagangan narkoba, perjudian online, dan terorisme. Kripto memungkinkan transaksi anonim sehingga penjahat dapat bertransaksi tanpa data dari UNODC (Badan PBB untuk Narkoba dan Kejahatan) yang menunjukkan bahwa sekitar 7% transaksi kripto. Terkait dengan pasar gelap dan digunakan untuk peredaran narkoba, kata Bamsoet.
Ia juga menjelaskan bahwa perjudian online semakin populer menggunakan kripto sebagai metode pembayaran, sehingga memudahkan untuk menyembunyikan transaksi.
Sekitar 10% transaksi kripto dikatakan terkait dengan perjudian online, yang sulit dipantau tanpa peraturan ketat.
“Presiden ke-7 RI Joko Widodo juga mengungkap adanya pencucian uang di aset kripto. Berdasarkan Cryptocrime Report, terdapat indikasi pencucian uang dari aset kripto senilai USD 8,6 miliar atau Rp 139 triliun. Metode pencucian uang yang paling umum adalah pertukaran mata uang ilegal dengan mata uang kripto dan penjualan barang ilegal. Atau dengan mengkonversi uang fiat dari rupee ke kripto jika dibagikan dengan ‘alamat bank’,” jelas Bamsoet.
Bamsoet yang juga menjabat Wakil Direktur Eksekutif Pemuda Pancasila memaparkan data Bappebti, pengguna aset kripto di Indonesia mencapai 21,27 juta orang pada Februari 2021 hingga September 2024.
Nilai transaksi kripto sejauh ini tercatat sebesar Rp 426,69 triliun, meningkat year-on-year sebesar 351,97% atau senilai Rp 94,41 triliun.
“Sayangnya, saat ini belum ada undang-undang khusus di Indonesia yang menindas perdagangan aset kripto. Merupakan tantangan besar bagi PPATK untuk melacak atau menghentikan aliran uang yang dilakukan oleh penjahat, selain itu, kripto adalah token pseudo-anonymous yang identitas pemiliknya adalah tidak diketahui,” pungkas Bamsoet.
Dengan semakin populernya mata uang kripto, pemerintah harus terus mengeluarkan undang-undang yang ketat dan spesifik mengenai kejahatan yang dapat digunakan untuk aset digital tersebut.
Kami berharap penyelidikan yang kuat oleh PPATK dan instansi terkait dapat mengurangi celah yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan. (rpi)