Lebih Menguntungkan dari PPN 12 Persen, Ada Potensi Cukai Karbon Rp92 Triliun yang Bisa Ditarik dari Kendaraan Bermotor

Jakarta, disinfecting2u.com – Pajak karbon kendaraan bermotor diusulkan sebagai sumber pendapatan pemerintah alih-alih menaikkan PPN menjadi 12 persen.

Hal ini diumumkan oleh Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) yang merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan pajak karbon (CO2), mengingat besarnya volume kendaraan bermotor di Indonesia.

CEO KPBB Ahmad Safrudin dalam keterangannya mengatakan potensi pendapatan pemerintah dari pajak karbon sangat tinggi dan diperkirakan sekitar Rp 92 miliar per tahun.

Potensi cukai sebesar Rp92 triliun/tahun (net), jauh lebih besar dibandingkan tambahan pajak pertambahan nilai sebesar 1 persen yang hanya Rp67 triliun/tahun, kata Amad Safarudin, Kamis (2/1/2025) di Jakarta : ) dikatakan. .

Safrudin menjelaskan penurunan emisi karbon dapat menjadi pendongkrak pendapatan pemerintah dan pertumbuhan ekonomi sektor otomotif.

Selain itu, Indonesia juga dapat memenuhi mandat globalnya untuk melawan krisis iklim yang berdampak negatif terhadap dunia.

Melalui cukai karbon kendaraan bermotor misalnya, Safrudin menyebutkan pemerintah akan segera mendapat potensi sebesar Rp 92 miliar per tahun.

Apalagi jika kebijakan ini juga diterapkan di seluruh bidang pembangunan dan industri, maka potensi penerimaan negara dari cukai akan sangat tinggi.

Perkiraan jumlah pendapatan adalah jumlah bersih setelah dikurangi insentif fiskal untuk kendaraan rendah karbon (net zero-emission vehicle/net ZEV).

Net-ZEV merupakan tren global terkini yang berbasis pada kekuatan motif (motive force) berupa sepeda motor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV).

BEV sebagai ZEV murni menjadi keunggulan kompetitif bagi Indonesia dengan melimpahnya bahan baku komponen BEV khususnya baterai (Ni, Co, rare earth), selain berhasil dikembangkan prototype karya anak negeri, berpeluang memposisikan Indonesia sebagai BEV global merupakan bagian penting dari rantai pasokan.

“Efisiensi energi merupakan kebutuhan untuk ketahanan energi nasional dan juga mencegah sublimasi pendapatan negara akibat beban pasokan energi nasional (BBM),” ujarnya.

Pada saat yang sama, pengurangan emisi karbon, lanjutnya, merupakan mandat global untuk mencegah kenaikan suhu global lebih dari 1,5 derajat pada tahun 2100 (Perjanjian Paris diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Perjanjian Paris ( semut/rpi)).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top