WALHI Sorot Insiden Polres Sorok Selatan Sebagai Kejahatan Lingkungan, Bukan Sekedar Polisi vs Polisi

Padang, disinfecting2u.com – Forum Lingkungan Hidup Sumatera Barat (Wali) meliput peristiwa yang terjadi di Polsek Solok Selatan, Jumat (22 November) dini hari. Kepala Reserse Kriminal Polres (Polres) AKP Solok Selatan Will Ryanto Anshari tewas, diyakini rekan sekantornya yang merupakan Kepala Divisi Operasional Lokal AKP Dadang Iskandar, sekitar pukul 00.42 WIB.

Menurut WALHI Sumbar, kasus ini sekali lagi menegaskan bahwa pelaku kejahatan lingkungan mempunyai kekuasaan yang lebih besar dibandingkan negara. Bahkan di departemen penegakan hukum (kantor polisi), aparat penegak hukum bisa dibunuh oleh rekan-rekannya.

Kasus ini seolah menguatkan “rahasia publik” bahwa kejahatan lingkungan hidup ilegal di industri pertambangan didukung oleh oknum aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di lapangan. 

Kasus ini juga tampaknya menjawab pertanyaan mengapa penambangan liar terjadi secara besar-besaran di wilayah hukum Sumatera Barat selama setahun, meskipun puluhan orang meninggal dan bencana lingkungan terus terjadi.

Setelah masyarakat dan lingkungan hidup menjadi korban, kini giliran aparat Polri yang memerangi kejahatan lingkungan untuk mati di tangan rekan-rekannya.

Seharusnya Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) sebagai pimpinan tertinggi lembaga tersebut memberikan pendampingan langsung dalam hal ini. Jadikan kasus ini sebagai dorongan untuk membersihkan polisi dari kejahatan lingkungan hidup yang patut disalahkan.

Seluruh pejabat dan pegawai Polri yang terlibat dalam kejahatan lingkungan hidup di seluruh wilayah hukum Polda Sumbar dan penambangan liar harus diberhentikan dan dihukum.

Selain itu, berdasarkan siaran pers yang diperoleh disinfecting2u.com, kasus ini bukan sekedar kasus polisi melawan polisi, melainkan kasus negara terhadap penjahat lingkungan hidup.

Tambang ilegal mudah ditemukan di Sumatera Barat. Puluhan alat berat beroperasi dan ratusan galon dikirim setiap hari. Negara seolah tak berdaya mengatasinya, lalu bersembunyi di balik kata “rakyat”.

Belum ada pejabat di Sumbar yang berani dan tegas menyatakan bahwa “ini adalah bisnis ilegal bagi penguasa, pengusaha, dan aparat penegak hukum yang melakukan kejahatan lingkungan hidup.”

Kapolri bisa memulainya dengan memeriksa Kapolda Sumbar selaku kepala penegakan hukum di Sumbar. Jika sekelompok penjahat yang tidak terlihat seperti aparat penegak hukum bisa ditindas oleh tersangka pelaku kejahatan lingkungan hidup di kantor polisi mereka sendiri, bagaimana dengan individu, masyarakat, komunitas, jurnalis, mahasiswa, aktivis hak asasi manusia (HAM) dan aktivis lingkungan hidup, sehingga mereka bisa bertarung dengan aman dan sukses? 

Lebih lanjut, meskipun Pasal 66 UU PPLH dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan baru-baru ini telah mengeluarkan peraturan untuk melindungi para aktivis lingkungan hidup, contoh-contoh di lapangan menegaskan bahwa skema ini belum cukup kuat untuk menjadi skema perlindungan lingkungan hidup.

Salah satu jawabannya adalah bahwa pelaku kejahatan berdomisili dan merupakan “bagian lain” dari lembaga yang seharusnya memberikan perlindungan. Negara harus segera memperkuat aturan dan kebijakan khusus bagi semua pihak yang memperjuangkan lingkungan hidup. 

Lebih lanjut, jika akar kejahatan lingkungan hidup yang telah ditanamkan/ditanamkan dan diperkuat di Polri tidak tuntas diberantas, maka kita akan mengulangi lagi berbagai bencana lingkungan hidup di Sumbar yang dilakukan secara terang-terangan dan jelas oleh para pelaku kejahatan lingkungan hidup. . 

Sisi gelap lainnya, baik pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar gagal melihat akar kejahatan lingkungan hidup ini. Sumbar perlu segera mengambil tindakan kolektif untuk pulih. (dlo/tidak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top