Jakarta, disinfecting2u.com – Pusat Imigrasi Denpasar (Rudenim) telah mendeportasi dua warga negara asing (WNA) di Bali.
Pria asal Nigeria berinisial SNO (36) dan pria Amerika berinisial SVO (41).
Keduanya dipulangkan ke negara asal karena melanggar Pasal 75(1) Undang-Undang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011.
Diketahui, Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011 menyebutkan bahwa otoritas imigrasi berwenang melakukan tindakan pengendalian keimigrasian terhadap orang asing yang berada di Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan diduga membahayakan keselamatan dan keamanan. Ketertiban umum atau ketidakhormatan atau pengabaian terhadap peraturan perundang-undangan termasuk dalam Undang-Undang Pengendalian Keimigrasian melalui deportasi dan deportasi.
Direktur Pusat Imigrasi Denpasar Gede Dudy Duwita menyatakan, SNO tersebut tiba di Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta pada 7 Desember 2019 dengan membawa izin kunjungan.
Kemudian pada 29 Mei 2024, petugas imigrasi menemukan SNO di sebuah rumah kos di Denpasar Barat tanpa paspor atau dokumen keimigrasian.
Ia mengaku paspornya salah taruh pada Desember 2019. Akibat pelanggaran tersebut, SNO didenda Rp 20 juta.
“Karena SNO tidak mampu membayar denda, maka ia harus mendekam di penjara selama sebulan dan keluar dari Lapas Kelas II Kerobokan pada 14 September 2024,” kata Dudy, Minggu (27 Oktober), SNO ditangkap dalam rangka penangkapan yang lebih besar. pengawasan. operasi bagi orang asing yang telah tinggal lebih lama (overstay) di Bali.
Lebih lanjut, Dudy menyatakan, pada akhir Mei 2024, Badan Khusus Imigrasi Kelas I TPI Ngurah Rai menangkap 24 WNA yang terlibat kasus tersebut asal Nigeria, Ghana, dan Tanzania.
“Beberapa di antaranya dituduh sengaja menghilangkan paspornya untuk menghindari pengawasan. Kasusnya melibatkan delapan orang asing, termasuk SNO,” kata Dudy.
Saat ini, Dudy menduga mereka sengaja kehilangan paspor karena sulit ditemukan pihak berwajib, termasuk keberadaannya.
“Upaya mereka bisa dikatakan belum berhasil karena pihak imigrasi memiliki catatan keimigrasian setiap tamu, termasuk kapan masuk ke Indonesia dan visa apa yang digunakan,” kata Dudy.
Kasus lainnya, jelas Dudy, seorang oknum SVO asal AS mengaku pertama kali masuk ke Indonesia pada 15/10/2024 dengan dokumen Visa on Arrival yang berlaku hingga 13/11/2024.
Namun pada 23 Oktober 2024, Satpol PP Kabupaten Gianyar ditangkap SVO karena ditemukan kebingungan di dekat Monkey Forest Ubud. Sehingga mengganggu ketentraman dan ketenangan masyarakat, kata Dudy.
Atas kejadian tersebut, SVO dilimpahkan ke kantor imigrasi kategori TPI Denpasar.
Dalam pemeriksaan, SVO menyatakan, malam sebelum penangkapan, SVO mengaku tidur dalam keadaan mabuk di kawasan hutan monyet. Oleh karena itu, hal itu pada akhirnya dianggap sebagai hal yang mengganggu keamanan dan perdamaian.
Selain menimbulkan gangguan keamanan dan sosial, SVO juga diketahui tidak dapat menunjukkan paspornya atas permintaan petugas imigrasi pada kejadian tersebut.
Oleh karena itu, ia melanggar ketentuan Pasal 71 Undang-Undang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011. Karena pendeportasian pertama kali tidak dapat dilakukan, maka SNO dipindahkan ke Pusat Pengendalian Imigrasi Denpasar pada 14.09.2024.SVO pada 23.10 .2024 menunggu proses deportasi,” kata Dudy.
Dudy menjelaskan, setelah SNO ditahan selama 41 hari, SVO ditahan selama 2 hari di Rudenim Denpasar.
“Setelah lebih banyak upaya dilakukan untuk mendeportasi mereka, akhirnya mereka bisa dikirim ke negaranya,” katanya.
Bandara I Gusti Ngurah Rai kembali melakukan SNO dan SVO pada 25 Oktober 2024.
SVO dengan tujuan akhir Bandara Internasional John F Kennedy. Sementara itu, SNO diantar ke bandara terakhir di Lagos oleh petugas Rudenim Denpasar.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali Pramella Yunidar Pasaribu mengatakan, pihaknya rutin melakukan pemeriksaan terhadap upaya pengawasan, khususnya terhadap WNA yang melakukan tindak pidana. Hal ini untuk menciptakan lingkungan Bali yang aman dan tertib.
“Kami meningkatkan pemantauan dengan melakukan operasi harian terkait berbagai sektor sehingga segala ancaman terhadap keselamatan masyarakat dapat ditangani dengan cepat dan tegas,” kata Pramella.
“Bali merupakan destinasi wisata internasional dan tugas kita menjaga kedamaian dan ketenangan masyarakat dan pengunjung,” ujarnya. (rpi/dpi)