Medan, 12/06 (ANTARA) – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sumut Penrad Siagian mengatakan, diperlukan strategi pencegahan khusus di tingkat daerah untuk memutus rantai perdagangan manusia.
“Korban perdagangan manusia banyak yang berasal dari daerah. Pemerintah daerah harus terlibat dalam strategi pencegahan agar anak bangsa ini tidak mudah ditangkap sindikat,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di Medan, Kamis.
Ia menyoroti perbedaan signifikan antara data pekerja migran yang dirilis Bank Dunia dengan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang menunjukkan potensi banyak pekerja ilegal menjadi korban perdagangan manusia.
Data Bank Dunia pada tahun 2017 mencatat terdapat 9 juta WNI yang bekerja di luar negeri, sedangkan BP2MI mencatat hanya 3,6 juta pekerja migran resmi.
Selisih 5,4 juta pekerja tersebut teridentifikasi sebagai pekerja ilegal yang rentan menjadi korban perdagangan manusia dan tidak mendapat perlindungan negara.
“Sebanyak 5,4 juta anak bangsa kita tidak masuk dalam kajian perlindungan UU Nomor 18 Tahun 2017. Mereka menjadi korban karena tidak terdaftar sebagai pekerja migran resmi,” ujarnya.
Ia menilai kesenjangan data ini merupakan indikasi lemahnya sistem perlindungan dan pengawasan terhadap pekerja migran Indonesia, khususnya di sektor informal.
Penrad juga menyoroti kesenjangan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 yang tidak memuat perlindungan terhadap pekerja informal.
Ia merujuk pada banyaknya kasus pekerja informal yang meninggal, tidak dibayar, atau menjadi korban penyiksaan.
“Pekerja migran informal seringkali menjadi korban eksploitasi. Undang-undangnya harus direvisi agar mereka juga mendapat perlindungan, karena bagaimanapun mereka adalah bagian dari anak bangsa”, ujarnya.