Mentadabburi Petra, Kota Kuno yang Canggih dari Abad ke-4 Sebelum Masehi

disinfecting2u.com – Cuaca cerah, sejuk dan sejuk menyambut jemaah Elharamain Wisata saat tiba di Bandara Internasional Queen Alia pukul 07.00 waktu Amman.

Kedatangan jemaah disambut hangat oleh pemandu wisata setempat, Oday, pemuda asal Yordania yang fasih berbahasa Indonesia. 

Ia mengaku hanya belajar Bahasa Indonesia di Yogyakarta selama dua bulan dan sisanya belajar sendiri. 

Oday membawa kami langsung ke Petra, sebuah Situs Warisan Dunia sejak tahun 1985. Petra juga dinobatkan sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia pada tahun 2007.

Jawa Ahmad, peserta termuda dalam trip tersebut mengaku sudah tidak sabar untuk menyaksikan Raiders of the Lost Ark. lokasi syuting film “The Last Crusade”.

Petra hanya berjarak 31 menit naik bus dari Bandara Internasional Queen Alia (34,2 km).

Bus bergerak melalui gurun Yordania. Yang terbentang di hadapan Anda adalah pemandangan bukit pasir dan lembah yang hampir tidak ada tanaman hijau.

Bus mulai menanjak, dan pegunungan berbatu merah terlihat dari ketinggian.

 

Warna merahnya sangat menarik dan sangat kontras dengan area coklat di sekitarnya.

Di balik pegunungan berbatu terdapat Petra, kota batu kuno yang dibangun dari ukiran batu berwarna merah muda.

Kota Petra menghilang selama berabad-abad hingga ditemukan kembali pada tahun 1812 oleh penjelajah Swiss Johann Ludwig Burckhardt.

Itu sebabnya para sejarawan menyebut Petra sebagai “Kota yang Hilang”.

Menurut catatan Universitas Cambridge, Buckhard mendapat misi perjalanan dari Sir Joseph Banks, presiden Uni Afrika, untuk menjelajahi gurun Sahara dan menemukan sumber sungai.

Perjalanan Bakhet membawanya ke Wadi Musa, kawasan batu merah tempat Petra berada.

Petra diyakini sudah ada sejak abad ke-4 SM, sehingga berusia lebih dari 2.000 tahun.

Suku Nabataean yang membangun kota batu ini dengan cerdik menemukan cara efisien untuk membawa air ke jantung kerajaan Nabataean.

 

Sistem irigasi yang mereka bangun berhasil menghidupkan kota Petra. Perkebunan bisa tumbuh subur dan bahkan ada air mancur yang menghiasi kota.

Petra juga memiliki berbagai tempat pertunjukan umum, makam raja, dan tempat kurban.

Petra tidak hanya mendukung suku Nabataean, namun lokasinya yang berada di jalur perdagangan kuno tersibuk antara Laut Merah dan Laut Mati membuat banyak pedagang mengunjungi Petra.

Mereka rela membayar untuk tempat berteduh dan air di tengah jalur perdagangan gurun pasir.

Petra juga berada di jalur antara Arabia dan Afrika (Mesir), sehingga tidak heran jika Petra begitu berkembang.

“Petra menjadi kaya dan sejahtera pada masanya,” tulis Rosie Letso di laman Collector, seperti dikutip dari National Geographic Indonesia.

Semua itu kini tak terbayangkan di Petra. Gempa bumi dahsyat di penghujung abad ke-4 hampir menghancurkan kota Petra.

Setelah itu, Petra mulai ditinggalkan oleh penduduknya, dan kota makmur ini pun perlahan terlupakan.

Sejauh ini baru sekitar 15% kota Petra yang sudah ditemukan dan bisa dikunjungi wisatawan. Sisa-sisa kota tersebut diyakini masih terkubur di bawah gundukan tanah.

Sejarawan memperkirakan luas kota Petra sekitar 160 kilometer persegi, empat kali luas Manhattan.

Saat ini, salah satu bangunan paling mengesankan di Petra adalah Kuil Perbendaharaan, yang diyakini sebagai tempat pemakaman para pejabat Nabataean.

 

Terik matahari tidak menyurutkan semangat jemaah Elharamain Visata untuk menjelajahi salah satu Tujuh Keajaiban Dunia.

Tour Leader Wisata Umrah + Aqsa Elharamain 2024 Ustaz Dr. Abdul Qadir meyakini suku Nabataean Petra adalah nenek moyang Nabi Saleh Samud dan jejaknya juga ditemukan di Madain Saleh, Al-Hijr, Arab Saudi Discover.

“Masyarakat Tsamud awalnya bermimpi mempunyai pemimpin, lalu diutus nabi Saleh kepada mereka,” ujarnya. 

Awalnya kaum Tsamud senang karena kini mereka memiliki pemimpin, namun ketika Nabi Saleh mengajak mereka untuk beriman kepada Allah, mereka menolaknya. 

“Mereka tidak terima karena mengira ingin masuk agama nenek moyangnya. Lalu mereka menantang Nabi Saleh agar bisa beriman kepada Allah.”

Kaum Tsamud menantang Nabi Saleh untuk menarik seekor unta putih tinggi yang sedang hamil anak kembar 10 bulan dari bebatuan. 

Kemudian Nabi Saleh berusaha berdoa kepada Allah dan akhirnya Allah mengabulkan permintaannya dan keluarlah unta tersebut sesuai keinginan Nabi Saleh. 

“Apakah mereka beriman setelah itu, ternyata mereka mencari-cari alasan untuk tidak beriman kepada Tuhan dan malah menuduh nabi shaleh itu sebagai dukun,” jelas Dr. Ustaz Abdul Qadir.

Hal ini juga dinyatakan dalam Al-Qur’an. Nabi Saleh dianggap sebagai dukun yang hanya mampu membuatnya menjadi tidak nyata. 

Dari situ Nabi Saleh berpesan agar mereka tidak mengganggu unta ciptaan Allah. Jika tidak ditaati maka azab Allah akan segera datang. 

Bahkan karena sikap hina dan tidak tahu malu kaum Tsamud, mereka menyembelih unta-unta tersebut. 

 

Setelah tiga hari Allah menurunkan azab. Pertama kali kulit mereka berwarna kuning, hari kedua berwarna merah, dan hari ketiga berwarna hitam. 

Dr Ustaz Abdul Qadir berkata: “Pada hari keempat, Allah mengeluarkan perintah kepada Nabi Saleh dan kaumnya, meminta mereka segera meninggalkan kota berbatu tersebut, karena Allah akan mengirimkan kekuasaan-Nya sebelum fajar.”

Maka ketika Nabi Saleh berangkat bersama para pengikutnya sebelum fajar, Allah mendatangkan azab. 

Ada catatan sejarah bahwa terjadi gempa dahsyat di kota Tsamud dan Allah mengeluarkan suara yang tidak dapat diterima oleh telinga. 

Semua penduduk Petra yang penyembah berhala akhirnya mati, dan kota batu mereka yang megah dan sombong menjadi kota tanpa tuan.

(Amir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top