Jakarta, disinfecting2u.com – Permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melelang barang sitaan terdakwa Harvey Moise dan Supaprta ditolak karena ada keberatan.
Jaksa awalnya meminta majelis hakim melelang barang sitaan tersebut pada sidang dugaan korupsi timah berikutnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), pada Kamis (10/10/2024).
“Kami (jaksa) mengajukan permohonan untuk memperbolehkan berdasarkan pasal 45 ayat 1 ayat b) KUHP untuk mengamankan atau melelang sesuai pasal 45, karena ada buktinya, menurut jaksa, tapi kami pasti akan melakukannya. Serahkan saja,” kata jaksa dalam keterangannya kepada majelis hakim, Sabtu (12/10/2024).
Majelis hakim usai mendengarkan permohonan mempertanyakan alasan jaksa ingin menggelar lelang dan barang apa saja yang akan dihadirkan.
“Tentang apa (pelelangan) itu? Apakah mendesak?”
“Mobil desa sudah kami siapkan di lamaran,” jawab jaksa.
Jaksa juga belum membeberkan secara rinci mobil dan rumah apa saja yang akan dilelang.
Setelah mendengarkan hal tersebut, majelis hakim akan memutuskan apakah barang sitaan kedua terdakwa layak untuk dilelang.
Silakan ajukan saja, nanti akan kami pertimbangkan, kata majelis hakim.
Usai tuntutan jaksa, majelis hakim memberi kesempatan kepada kuasa hukum Harvey Moyes, Junaida Saiibih untuk memberikan tanggapan.
“Sepengetahuan saya, kalau mau dilelang, itu untuk barang yang cepat kadaluarsa atau cepat busuk. Kalau di mobil tidak ada foil,” kata Junaidi menanggapi permintaan jaksa untuk mengadakan lelang.
F.P. Turut menentang langkah jaksa yang melelangnya, karena mobil dan rumah yang akan dilelang adalah barang yang umurnya panjang.
“Saya menentangnya (pelelangan), makanya saya menentang pengajuannya,” imbuh Junaidi.
Sebelumnya, Harvey Moise mengaku dipercaya masyarakat untuk menyalurkan dana CSR kepada masyarakat saat sidang kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Senin (30/09/2024).
Menurutnya, Suwito Gunawan, Tamron, Robert Indarto, dan Rosalina turut serta membantu banyak masyarakat di Bangka Belitung melalui CSR perusahaannya yaitu kemitraan smelter dengan PT Timah.
“Terima kasih banyak atas partisipasi dan kepercayaannya kepada saya. Dana yang dipercayakan kepada saya telah membantu banyak orang, terutama di masa Covid-19. Saya kira tidak hanya membantu, tetapi juga menyelamatkan banyak nyawa orang. Pertama-tama,” Harvey ungkapnya dalam keterangannya, Rabu (10/2/2024).
Harvey juga mengapresiasi Tamron sebagai sosok dermawan masyarakat Bangka Belitung melalui bantuan yang diberikannya kepada masyarakat.
“Pak Aon (Tamrun) adalah seorang pekerja masyarakat. Beliau dikenal sangat dermawan di bidangnya. Saya tidak mau memungkiri bahwa pria ini banyak membantu baik oleh dirinya sendiri maupun oleh saya,” jelas Harvey.
Terlebih lagi, ketika harga timah dunia turun, Tamron mengalami kerugian karena tidak bisa menyalurkan dana CSR kepada masyarakat di wilayahnya.
“Sewa smelternya turun terus sampai 2.500 dolar per ton. Modalmu saja 2.500 dolar, kalau ambil 500 dolar lagi Pak (Tamron) bangkrut. Saya juga tidak tahan,” ujarnya.
Tamron juga membantah uang yang diberikan Harvey merupakan fee karena bermitra dengan PT Timah.
“Tidak (tidak dipungut biaya) setahu saya Pak Harvey mengajukan uang CSR, jadi saya berikan,” jawab Tamron.
Tamron juga selalu memberikan CSR secara langsung kepada masyarakat di wilayahnya untuk kesejahteraan dan pelayanan publik.
“Kami selalu melakukan CSR untuk daerah. Membantu dengan berdonasi untuk daerah, masyarakat, pembangunan dan lainnya,” kata Tamron.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Jaksa membacakan dakwaan terhadap ketiga terdakwa yakni Suranta Vibova, Rusbani dan Amir Syahbana.
Dalam dakwaan disebutkan, penghasilan wirausaha itu untuk beberapa tokoh, salah satunya suami Sandra Dewe.
Bahkan, jaksa mencontohkan pengabaian aktivitas ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun.
Selain itu, fakta lain juga terungkap di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Suranto Vibowo diketahui merupakan mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Jaksa dalam dakwaannya menyebut terdakwa turut merugikan negara sebesar Rp 300 triliun.
Aktivitas penambangan liar PT Timah Tbk di wilayah IUP dilakukan oleh Suparta, Reza Andriansyah, dan Harvey Moeis melalui PT Refined Bangka Tin, jelas jaksa yang kemudian menyebutkan beberapa orang lainnya.
Ternyata pengaruh korupsi ini tidak main-main. Salah satunya adalah kerusakan lingkungan di dalam dan di luar hutan.
Kerusakan ini sangat memerlukan proses pemulihan dengan biaya yang cukup besar.
Jaksa mengatakan, “yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan di wilayah IUP PT Timah Tbk, berupa kerusakan ekologi, kerusakan ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan hidup.
Selain itu, Bendahara Departemen Keuangan PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Yulia dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi timah yang melibatkan Harvey Moise.
Julia didakwa terkait tuntutan jaksa yang menyebut adanya dugaan penyelewengan dana berkedok dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sebesar Rp 600 juta dan Rp 1 miliar.
Surat dakwaan mendakwa Komisaris PT SIP Suvito Gunawan memberikan uang tersebut kepada Harvey Moise sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT).
Dalam keterangannya, Julia mengaku belum bisa memastikan bagaimana uang itu sampai ke Harvey Mouse.
“Kami belum bisa memastikan apakah uang Rp 600 juta itu ditransfer ke Helena (melalui PT Quantum Skyline) atau PT Mekarindo Abadi Sentosa (bukan milik Helena),” jelas Julia dalam kesaksiannya.
Informasi serupa juga disampaikan Julia mengenai aliran dana Rp 1 miliar.
Ia menambahkan, dirinya tidak mengetahui alasan pengiriman uang tersebut.
“Saya tidak mengetahui alasan atau tujuan pengiriman uang tersebut, dan saya tidak lagi memiliki bukti transfer transaksi tersebut,” jelasnya.
Keterangan saksi Julia dalam persidangan juga mengklarifikasi bahwa nilai dana CSR PT SIP bukan Rp2,1 miliar seperti yang tertera dalam dakwaan, melainkan hanya Rp1,6 miliar.
PT Stanindo Inti Perkasa menjadi satu dari lima smelter swasta yang terjerat dugaan korupsi di industri timah.
Surat dakwaan mendakwa Harvey Mayes, selaku pemrakarsa program penyewaan peralatan pengolahan timah oleh koperasi tersebut, meminta pabrik peleburan tersebut menahan sebagian keuntungan yang diperoleh sebagai uang jaminan.
Jaksa mengatakan, uang jaminan tersebut digunakan sebagai dana Corporate Social Responsibility (CSR) dengan 2 cara, yaitu pertama diberikan langsung kepada Harvey Moise dan kedua ditransfer ke rekening cash charger PT Quantum Skyline Exchange atau uang lainnya. pengubah. Ditunjuk oleh terdakwa Helen Lim.
Jaksa mengatakan, uang CSR smelter swasta PT QSE milik Helena diterima dari PT Stanindo Inti Perkasa dalam tiga kali transfer dengan total Rp2,1 miliar.