Jakarta, disinfecting2u.com – Bambang Soesatyo (Bamsoet) selaku Anggota Komisi III DPR RI dan Wakil Ketua KADIN Indonesia menegaskan, sikap daerah yang terjadi saat ini ibarat jebakan yang akan membuat industri produksi dalam negeri stagnan dan absen. . . mampu menyerap tenaga kerja.
Oleh karena itu, Bamsoet mengatakan permasalahan ini harus segera diselesaikan oleh para menteri perekonomian Dewan Menteri Merah Putih.
Rencana bisnis yang komprehensif diperlukan untuk mewadahi sektor usaha dalam negeri agar terus tumbuh dan menyerap tenaga kerja.
Contoh ego daerah yang paling mencolok adalah perdagangan atau kebijakan luar negeri yang jelas-jelas bertentangan dengan keinginan untuk memperkuat kontribusi industri dalam negeri terhadap pertumbuhan ekonomi, kata Bamsoet dalam siaran persnya, Selasa (19/11/2024).
Bamsoet dalam keterangannya juga mengatakan, PT Sritex yang kini sudah tidak beroperasi lagi merupakan contoh korban ego daerah yang membuat industri manufaktur berada pada titik terendah. “Impor barang manufaktur yang tidak terkendali menyebabkan produktivitas industri manufaktur lokal turun ke titik terendah. “PT Sritex, PT Shoe Bata, dan banyak perusahaan produksi industri lainnya yang menghentikan produksinya merupakan contoh kasus atau korban perilaku arogan instansi pemerintah,” ujarnya.
Contoh aksi peduli lingkungan lainnya adalah rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai Januari 2025.
Alasan mengapa rencana peningkatan pendapatan nasional dari pajak benar-benar membuat takut masyarakat adalah karena banyak hal yang menakutkan. Harga barang dan jasa otomatis naik dengan kecenderungan melemahkan daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat masih lemah, maka tujuan peningkatan penerimaan negara dari PPN akan sulit tercapai.
“Selanjutnya, dunia usaha dalam negeri akan mendapat banyak uang akibat penurunan belanja pemerintah yang terkonfirmasi dari data penurunan pendapatan beberapa bulan terakhir. Padahal, dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen, kontribusi masyarakat akan berkurang. atau konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi juga akan melemah sebagai “konsekuensi logis melemahnya daya beli masyarakat,” kata Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan berdasarkan hasil Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas), jumlah pekerja hingga Februari 2024 sebanyak 149,38 juta jiwa. Angka ini menunjukkan daya beli masyarakat. Sayangnya, sebagian dari jumlah tersebut sudah tidak aktif lagi karena adanya PHK.
“Banyak orang yang dipecat saat bekerja di sektor manufaktur. Sebelumnya, industri manufaktur Indonesia diberitakan menyerap 18,82 juta tenaga kerja. Kenyataannya sangat memprihatinkan karena puluhan ribu pekerja di sektor ini kehilangan pekerjaan, karena pabrik tempat mereka bekerja berhenti berproduksi,” pungkas Bamsoet. (NSP)