Jakarta, disinfecting2u.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berharap dapat mempercepat pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset apabila tidak segera disahkan karena akan menimbulkan banyak dampak negatif. PPATK Supriadi dari Pusat Perluasan Kemitraan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT) menjelaskan, jika RUU perampasan aset tidak segera disahkan, maka korupsi akan mempunyai peluang lebih besar untuk menyembunyikan kekayaannya dan korupsi akan semakin menimbulkan kerugian. negara bagian Hukum akan memburuk jika hak-hak masyarakat tidak dilanggar dengan maraknya praktik korupsi.
“PPATK menyadari sepenuhnya jika RUU Perampasan Aset tidak segera disahkan,” kata Supriadi dalam “RUU Perampasan Aset: Mengapa masih harus disahkan?” Di kelas literasi kuda. Diselenggarakan secara online di Jakarta pada Rabu (20/11/2024).
Oleh karena itu, Supriadi berharap kelas literasi penerapan RUU Perampasan Aset yang dilakukan PPATK dapat memberikan informasi yang cukup untuk mendorong lebih banyak masyarakat mengadopsi RUU Perampasan Aset.
Selain itu, PPATK telah menginisiasi dan menyusun RUU Perampasan Aset sejak tahun 2008, kata Supriyadi. 16 tahun telah berlalu, namun RUU tersebut belum juga disahkan.
Faktanya, berbagai kasus pidana khususnya kejahatan pencucian uang (MLCs) semakin kompleks akhir-akhir ini, seiring dengan kemajuan teknologi, berbagai metode pun semakin kompleks dan canggih.
Oleh karena itu, Supriadi mengatakan sistem dan mekanisme perampasan aset pidana yang ada di Indonesia telah gagal memperkuat penegakan hukum dan mengapresiasi proses dan likuidasi TPPU yang semakin kompleks dan sulit.
“Pada akhirnya, hal ini berdampak pada pemulihan biaya daerah yang kurang optimal,” katanya.
Supriadi sangat berharap RUU Perampasan Aset segera disahkan, apalagi berbagai kasus TPUU tidak hanya menimbulkan potensi kerugian pribadi, tetapi juga berdampak langsung pada barang publik yang berwujud dan tidak berwujud.
Sebelumnya, Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Bob Hasan memastikan RUU perampasan aset dibahas serius meski RUU tersebut belum masuk dalam RUU prioritas pembahasan pada 2025.
RUU penyitaan aset masuk dalam RUU jangka menengah yang akan dibahas antara tahun 2025 dan 2029 karena urgensinya. Selain itu, menurut dia, pemerintah juga sedang mempertimbangkan peninjauan menyeluruh terhadap materi muatan rancangan undang-undang tentang “perampasan aset”.
“Karena penyitaan aset itu bukan bidang korupsi, tidak. Itu pidana bercampur pidana, perdata,” kata Bob usai rapat paripurna agenda pembentukan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di Kompleks Parlemen Jakarta, Selasa (19/11).
Untuk itu, kata Bob, materi muatan UU Perampasan Aset akan disesuaikan terlebih dahulu dengan harapan masyarakat dan harapan aparat penegak hukum untuk mencegah tindak pidana korupsi dan memaksimalkan penindakan. (Semut/NSP)